"I dedicate this award to all the people who have
endured slavery and the 21 million people who still suffer slavery today."
Demikian pidato
emosional Steve McQueen, sang sutradara, sesaat setelah film “12 Years a
Slave” menggondol oscar sebagai film terbaik 2014. Film tersebut menjadi
pemenang setelah menyingkirkan kompetitor utamanya: “Gravity” dan “American
Hustle”. Film yang mengingatkan pada khalayak bahwa pernah suatu masa harga
diri dan martabat manusia terbanting ke titik serendah-rendahnya. Masa itu
adalah era perbudakan. Masa ketika manusia dieksploitasi fisik dan psikis
secara bengis. Apapun yang dikehendaki oleh tuannya harus diikuti. Jika tidak manut,
hukuman siap menjemput.
Berbicara
sejarah perbudakan sama dengan dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri.
Mesir kuno, Cina, Mesopotamia, Arab, dan Romawi, semuanya pernah lekat dengan
perbudakan. Maka berdirilah gagah piramida, tembok besar, ataupun puing kuil
Yunani, yang sejatinya hasil keringat para budak. Candi Borobudur? .... who
knows. Dan jangan salah, perbudakan menjadi sejarah kelam Amerika Serikat
yang sulit dihapus hingga kini. Amerika Serikat, negara superpower itu,
sejatinya mulai tumbuh berkembang di atas penderitaan dan cucuran darah para
budak Afrika.
Budak kulit
hitam (atau disebut negro) awalnya berlaku bagi pelaku kriminal Afrika sebagai
hukuman. Selanjutnya, seiring kebutuhan akan buruh kebun dan pabrik, budak
makin sering didatangkan untuk diperjualbelikan di tanah Amerika. Tidak hanya
wilayah Amerika Serikat sekarang, perbudakan juga umum dijumpai di Amerika
Tengah dan Selatan. Budak dipekerjakan di perkebunan kopi, kapas, tembakau,
atau tebu (umumnya di Amerika Selatan), serta pabrik-pabrik pengolahannya (di
Amerika Utara). Saat itu bangsa Eropa adalah penguasa mayoritas tanah Afrika, jadi
klop lah. Budak kulit hitam didatangkan dari Afrika sebagai mesin
perkebunan penguasa Eropa yang menguasai Amerika.
Kekejaman
terhadap budak memang luar biasa. Banyak cerita bergidik yang berkembang. Mulai
dari perjalanan 10 minggu di kapal laut Afrika - Amerika yang tidak manusiawi,
pelelangan budak, serta perlakuan serba-kasar lainnya. Budak menjadi manusia
tuna martabat di mata tuannya. Perlakuan kasar, tanpa gaji, tanpa rumah inap,
dan entah apa lagi yang dialami para budak. Satu yang pasti, budak dilarang
belajar membaca-menulis sehingga tetap berkubang dalam kebodohan. Tidak
terhitung berapa kali terjadi pemberontakan oleh budak, namun hasilnya nihil.
Perbudakan baru benar-benar dianggap ilegal pada era Presiden Abraham Lincoln
seiring pulihnya kewarasan orang kulit putih.
Zaman telah
berganti. Generasi kesekian sang budak telah menjalani hidup yang jauh berbeda
dengan kakek buyut mereka. Memang masih ada percik diskriminasi disana-sini.
Namun secara umum sudah sangat berubah. Keringat dan air mata budak terbukti
tidak sia-sia. Mereka kini boleh berbangga. Lihatlah kini Amerika Serikat ada
di genggaman Michael Jackson, Oprah Winfrey, dan Barack Obama!!!
Fakta menarik:
- Ternyata ras kulit putih juga menjadi sasaran perbudakan di Amerika Serikat, mereka terutama didatangkan dari wilayah Irlandia pada tahun 1600 – 1699 dengan harga yang lebih murah!
Sumber
pendukung:
firstpost.com
indonesia.irib.ir
kompasiana.com
irishcentral.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar